Ngerebong - Tradisi Unik Desa Kesiman
Bali memang menarik untuk dikunjungi. Selain memiliki pesona pemandangan alam, Pulau Dewata juga kaya akan dan adat istiadat. Tidak heran, karena memang masyarakatnya masih berpegang teguh pada adat istiadat yang dijadikan sebagai kearifan lokal.
Salah satu yang masih dipegang teguh hingga kini adalah Ngerebong, tradisi unik di Desa Pekraman Kesiman. Ngerebong merupakan tradisi yang digelar delapan hari setelah Hari Raya Kuningan yakni Redite Pon Wuku Medangsia menurut penanggalan kalender Bali.
Tradisi Ngerebong ini pun tidak hanya tertutup untuk masyarakat Bali saja, melainkan juga terbuka bagi masyarakat umum yang ingin menyaksikan. Namun untuk bisa menikmati keunikan tradisi tersebut, anda diharuskan memakai pakaian dan pantangan bagi seorang wanita yang sedang datang bulan memasuki areal pura.
Ngerebong sendiri berasal dari bahasa Bali yang artinya berkumpul. Masyarakat setempat percaya bahwa pada hari ngerobong adalah hari dimana para dewa berkumpul. Pusat dari tradisi ini dilakukan di Pura Petilan daerah Kesiman Denpasar.
Upacara Ngerebong itu sendiri bertujuan untuk mengingatkan umat hindu melalui ritual sakral tadi untuk terus memelihara keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama manusia dan manusia dengan alam.
Sebelum acara puncak dimulai biasanya masyarakat sudah memenuhi area acara dengan adanya beberapa suguhan seperti alunan musik tradisional, bunga-bungaan dalam tempayan cantik, serta penjor-penjor. Masyarakat mengawali upacara ini dengan sembahyang di Pura tersebut.
Puncak acara dari tradisi Ngerebong ini ditandai dengan penyisiran jalan oleh pecalang (polisi adat setempat). Kemudian para pemedek keluar dari pura untuk melanjutkan ritualnya dengan mengelilingi wantilan tempat adu ayam tadi sebanyak 3 kali putaran. Pada saat mengitari wantilan beberapa pemedek akan mengalami kesurupan/kerasukan dengan berteriak, menggeram, menangis sambil menari diiringi alunan musik tradisional.
Selama kerasukan pemedek melakukan tindakan berbahaya seperti menghujamkan keris pada dada, leher, bahkan ubun-ubun. Namun anehnya tidak satupun pemedek yang berdarah akibat hujaman keris tadi. Ritual ini dinamakan ngurek.
Konon mengapa pemedek tadi tidak berdarah meskipun telah dihujamkan keris berkali-kali adalah karena adanya kekuatan magis dari roh yang menguasai tubuh pemedek membuat mereka seolah-olah kebal tidak terlukai oleh senjata. Kerasukan ataupun kerauhan bisa terjadi pada siapa saja yang terlibat dalam ritual ini.
Selain para pemedek, ada juga barong dan rangda yang ikut menari dalam ritual ini. ritual ini akan berakhir saat matahari tenggelam.
Tidak jelas asal-usul dari tradisi Ngerebongan ini, namun masyarakat sekitar terus mempertahankan tradisi ini sebagai bagian dari kehidupan mereka.
Salah satu yang masih dipegang teguh hingga kini adalah Ngerebong, tradisi unik di Desa Pekraman Kesiman. Ngerebong merupakan tradisi yang digelar delapan hari setelah Hari Raya Kuningan yakni Redite Pon Wuku Medangsia menurut penanggalan kalender Bali.
Tradisi Ngerebong ini pun tidak hanya tertutup untuk masyarakat Bali saja, melainkan juga terbuka bagi masyarakat umum yang ingin menyaksikan. Namun untuk bisa menikmati keunikan tradisi tersebut, anda diharuskan memakai pakaian dan pantangan bagi seorang wanita yang sedang datang bulan memasuki areal pura.
Ngerebong sendiri berasal dari bahasa Bali yang artinya berkumpul. Masyarakat setempat percaya bahwa pada hari ngerobong adalah hari dimana para dewa berkumpul. Pusat dari tradisi ini dilakukan di Pura Petilan daerah Kesiman Denpasar.
Upacara Ngerebong itu sendiri bertujuan untuk mengingatkan umat hindu melalui ritual sakral tadi untuk terus memelihara keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama manusia dan manusia dengan alam.
Sebelum acara puncak dimulai biasanya masyarakat sudah memenuhi area acara dengan adanya beberapa suguhan seperti alunan musik tradisional, bunga-bungaan dalam tempayan cantik, serta penjor-penjor. Masyarakat mengawali upacara ini dengan sembahyang di Pura tersebut.
Puncak acara dari tradisi Ngerebong ini ditandai dengan penyisiran jalan oleh pecalang (polisi adat setempat). Kemudian para pemedek keluar dari pura untuk melanjutkan ritualnya dengan mengelilingi wantilan tempat adu ayam tadi sebanyak 3 kali putaran. Pada saat mengitari wantilan beberapa pemedek akan mengalami kesurupan/kerasukan dengan berteriak, menggeram, menangis sambil menari diiringi alunan musik tradisional.
Selama kerasukan pemedek melakukan tindakan berbahaya seperti menghujamkan keris pada dada, leher, bahkan ubun-ubun. Namun anehnya tidak satupun pemedek yang berdarah akibat hujaman keris tadi. Ritual ini dinamakan ngurek.
Konon mengapa pemedek tadi tidak berdarah meskipun telah dihujamkan keris berkali-kali adalah karena adanya kekuatan magis dari roh yang menguasai tubuh pemedek membuat mereka seolah-olah kebal tidak terlukai oleh senjata. Kerasukan ataupun kerauhan bisa terjadi pada siapa saja yang terlibat dalam ritual ini.
Selain para pemedek, ada juga barong dan rangda yang ikut menari dalam ritual ini. ritual ini akan berakhir saat matahari tenggelam.
Tidak jelas asal-usul dari tradisi Ngerebongan ini, namun masyarakat sekitar terus mempertahankan tradisi ini sebagai bagian dari kehidupan mereka.