Setiap sisi kehidupan orang Bali selalu ditandai dengan sebuah perayaan, mulai dari daur hidup manusia hingga siklus alam, selalu mendapat penghormatan khusus melalui sebuah ritual suci.
Berbagai perayaan yang digelar masyarakat Hindu di Bali tidak terlepas dari keyakinan yang dianut oleh orang Bali, bahwa yang ada alam semesta ini memiliki jiwa.
Tidak hanya retret kehidupan manusia yang ditandai dengan upacara suci, siklus alam semesta pun diperingati melalui sebuah ritus Upacara Yadnya. Manusia Bali begitu meyakini bahwa kekuatan alam semesta sangat mempengaruhi keberadaan serta keberlanjutan ras manusia.
Alam semesta bagaikan seorang ibu, ia merawat serta memelihara semua mahluk yang hidup di dalamnya. Tumbuh-tumbuhan diyakini sebagai saudara tertua manusia yang senantiasa merawat kehidupan manusia. Leluhur Bali mengajarkan agar manusia selalu merawat alam khususnya tumbuh-tumbuhan, sebab manusia berhutang urip pada bhuwana agung ini.
Keyakinan masyarakat Bali bahwa alam pun memiliki roh disimbolkan melalui sebuah perayaan yang diperingati setiap 210 hari sekali, yakni Tumpek Pengatag.
Saniscara Kliwon Wuku Wariga, menjadi sebuah momentum untuk mendekatkan diri kepada Sang Maha Pencipta melalui salah satu ciptaan Beliau, yakni tumbuh-tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan merupakan sumber makanan tidak hanya bagi manusia/ tetapi juga bagi semua mahluk hidup. Sebagai manusia yang lahir dan dibekali akal budhi dengan segala daya kreativitas yang dibalut dalam nuansa religious, jadilah perayaan Tumpek Pengatag, sebagai simbol penghormatan kepada Dewa Shangkara, penguasa tumbuh-tumbuhan.
Momen Tumpek Pengatag, dimaknai orang Bali sebagai titik balik atau pabali, sebagai penyadaran, pengendalian diri dan penyucian sehingga manusia selalu merawat semesta diri dan semesta alam. Penggunaan berbagai simbol dalam setiap ritual orang Bali merupakan sebuah jembatan komunikasi, yang dibangun oleh manusia untuk sampai pada Sang Hyang Parama Wisesa. Hal ini karena keterbatasan kemampuan manusia yang terlahir dengan membawa karmawasana serta ketidaktahuan.
Meski terlahir dengan segala ketidaktahuan serta kepapaan, bukan berarti manusia Bali tidak memahami makna keberadaannya di dunia ini. Leluhur orang Bali pun berhasil melahirkan sebuah kearifan local yang hingga saat ini masih terus terpelihara keberadaannya. Dengan keyakinan serta keteguhan hati, manusia Bali masih menjalankan tradisi-tradisi Agama Bali, walaupun jaman kini telah berubah.
Dalam masyarakat Bali, Tumpek Pengatag dikenal dengan banyak nama, diantaranya Tumpek Wariga, Tumpek Pengarah, Tupek Uduh dan Tumpek Bubuh. Penyebutan dengan beragam nama ini tidaklah salah. Disebut tumpek wariga karena jatuhnya tepat pada wuku Wariga. Disebut Tumpek Pengatag atau Pengarah, karena perayaannya dilaksanakan 25 hari menjelang Galungan. Sementara disebut Tumpek Bubuh karena salah satu unsur bebantenan yang digunakan adalah bubuh atau bubur.
Bubur yang digunakan sebagai salah satu sarana upakara adalah bubur sumsum, yang umumnya berwarna hijau atau putih. Warna hijau pada bubur diperoleh dari perasan daun suji atau di Bali dikenal dengan kayu sugih. Dahulu, menjelang Tumpek Pengatag, masyarakat Bali kerap membuat sendiri bubuh yang akan digunakan dalam bebantenan, namun kini, bubuh sumsum ini pun banyak dijumpai di pasar-pasar tradisional. Tentu ada alasan dibalik penggunaan bubur dalam perayaan tumpek pengatag//
Tumpek Pengatag merupakan buah budhi para tetua Bali. Hampir setiap ritual yang dijumpai di Bali merupakan tradisi local masyarakat Bali. Tradisi Agama Bali ini lalu diharmoniskan dengan konsep-konsep Hindu yang berkembang kemudian. Bukti bahwa Tumpek Pengatag merupakan warisan Agama Bali dapat dilihat dari mantra atau saa yang biasa dirapalkan ketika menghaturkan banten di pepohonan.
Sejatinya Tumpek Pengatag memberi isyarat serta makna mendalam agar manusia mengasihi dan menyanyangi alam yang berjasa besar dalam kehidupan ini. Lingkungan hidup yang baik adalah sumber kehidupan semua mahluk. Pelaksanaan ajaran agama tidak hanya berhenti sampai tahap ritual semata, di atas segalanya, bagaimana cara manusia memperlakukan alam menjadi klimaks dari ajaran agama itu sendiri.
Sebagaimana dijabarkan dalam kalender Jawa-Bali, tumpek merupakan pertemuan hari Sabtu atau Saniscara yang bertepatan dengan Kliwon, jadi merupakan titik pertemuan siklis antara Saptawara/ hari bersiklus tujuh dengan Pancawara,hari bersiklus lima. Dalam praktik hidup manusia Bali,pada hari yang disebut Kliwon, merupakan saat yang baik untuk melakukan sesuatu, sehingga sesuatu tersebut menjadi bertuah, memberi tenaga dan memiliki kekuatan.
Setiap siklus Tumpek tidak saja menjadi momen perayaan semata, akan tetapi yang utama dari cita-cita manusia Bali, merupakan tangga-tangga penyadaran untuk bertemu dan menyatu dengan Sang Maha Sempurna. Konsepsi perayaan Tumpek Pengatag adalah sarwa tumuwuh, segala yang bertumbuh itu merupakan karunia terbesar Tuhan, sehingga patut untuk disyukuri.
Berbagai perayaan yang digelar masyarakat Hindu di Bali tidak terlepas dari keyakinan yang dianut oleh orang Bali, bahwa yang ada alam semesta ini memiliki jiwa.
Tidak hanya retret kehidupan manusia yang ditandai dengan upacara suci, siklus alam semesta pun diperingati melalui sebuah ritus Upacara Yadnya. Manusia Bali begitu meyakini bahwa kekuatan alam semesta sangat mempengaruhi keberadaan serta keberlanjutan ras manusia.
Alam semesta bagaikan seorang ibu, ia merawat serta memelihara semua mahluk yang hidup di dalamnya. Tumbuh-tumbuhan diyakini sebagai saudara tertua manusia yang senantiasa merawat kehidupan manusia. Leluhur Bali mengajarkan agar manusia selalu merawat alam khususnya tumbuh-tumbuhan, sebab manusia berhutang urip pada bhuwana agung ini.
Keyakinan masyarakat Bali bahwa alam pun memiliki roh disimbolkan melalui sebuah perayaan yang diperingati setiap 210 hari sekali, yakni Tumpek Pengatag.
Saniscara Kliwon Wuku Wariga, menjadi sebuah momentum untuk mendekatkan diri kepada Sang Maha Pencipta melalui salah satu ciptaan Beliau, yakni tumbuh-tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan merupakan sumber makanan tidak hanya bagi manusia/ tetapi juga bagi semua mahluk hidup. Sebagai manusia yang lahir dan dibekali akal budhi dengan segala daya kreativitas yang dibalut dalam nuansa religious, jadilah perayaan Tumpek Pengatag, sebagai simbol penghormatan kepada Dewa Shangkara, penguasa tumbuh-tumbuhan.
Momen Tumpek Pengatag, dimaknai orang Bali sebagai titik balik atau pabali, sebagai penyadaran, pengendalian diri dan penyucian sehingga manusia selalu merawat semesta diri dan semesta alam. Penggunaan berbagai simbol dalam setiap ritual orang Bali merupakan sebuah jembatan komunikasi, yang dibangun oleh manusia untuk sampai pada Sang Hyang Parama Wisesa. Hal ini karena keterbatasan kemampuan manusia yang terlahir dengan membawa karmawasana serta ketidaktahuan.
Meski terlahir dengan segala ketidaktahuan serta kepapaan, bukan berarti manusia Bali tidak memahami makna keberadaannya di dunia ini. Leluhur orang Bali pun berhasil melahirkan sebuah kearifan local yang hingga saat ini masih terus terpelihara keberadaannya. Dengan keyakinan serta keteguhan hati, manusia Bali masih menjalankan tradisi-tradisi Agama Bali, walaupun jaman kini telah berubah.
Dalam masyarakat Bali, Tumpek Pengatag dikenal dengan banyak nama, diantaranya Tumpek Wariga, Tumpek Pengarah, Tupek Uduh dan Tumpek Bubuh. Penyebutan dengan beragam nama ini tidaklah salah. Disebut tumpek wariga karena jatuhnya tepat pada wuku Wariga. Disebut Tumpek Pengatag atau Pengarah, karena perayaannya dilaksanakan 25 hari menjelang Galungan. Sementara disebut Tumpek Bubuh karena salah satu unsur bebantenan yang digunakan adalah bubuh atau bubur.
Bubur yang digunakan sebagai salah satu sarana upakara adalah bubur sumsum, yang umumnya berwarna hijau atau putih. Warna hijau pada bubur diperoleh dari perasan daun suji atau di Bali dikenal dengan kayu sugih. Dahulu, menjelang Tumpek Pengatag, masyarakat Bali kerap membuat sendiri bubuh yang akan digunakan dalam bebantenan, namun kini, bubuh sumsum ini pun banyak dijumpai di pasar-pasar tradisional. Tentu ada alasan dibalik penggunaan bubur dalam perayaan tumpek pengatag//
Tumpek Pengatag merupakan buah budhi para tetua Bali. Hampir setiap ritual yang dijumpai di Bali merupakan tradisi local masyarakat Bali. Tradisi Agama Bali ini lalu diharmoniskan dengan konsep-konsep Hindu yang berkembang kemudian. Bukti bahwa Tumpek Pengatag merupakan warisan Agama Bali dapat dilihat dari mantra atau saa yang biasa dirapalkan ketika menghaturkan banten di pepohonan.
Sejatinya Tumpek Pengatag memberi isyarat serta makna mendalam agar manusia mengasihi dan menyanyangi alam yang berjasa besar dalam kehidupan ini. Lingkungan hidup yang baik adalah sumber kehidupan semua mahluk. Pelaksanaan ajaran agama tidak hanya berhenti sampai tahap ritual semata, di atas segalanya, bagaimana cara manusia memperlakukan alam menjadi klimaks dari ajaran agama itu sendiri.
Sebagaimana dijabarkan dalam kalender Jawa-Bali, tumpek merupakan pertemuan hari Sabtu atau Saniscara yang bertepatan dengan Kliwon, jadi merupakan titik pertemuan siklis antara Saptawara/ hari bersiklus tujuh dengan Pancawara,hari bersiklus lima. Dalam praktik hidup manusia Bali,pada hari yang disebut Kliwon, merupakan saat yang baik untuk melakukan sesuatu, sehingga sesuatu tersebut menjadi bertuah, memberi tenaga dan memiliki kekuatan.
Setiap siklus Tumpek tidak saja menjadi momen perayaan semata, akan tetapi yang utama dari cita-cita manusia Bali, merupakan tangga-tangga penyadaran untuk bertemu dan menyatu dengan Sang Maha Sempurna. Konsepsi perayaan Tumpek Pengatag adalah sarwa tumuwuh, segala yang bertumbuh itu merupakan karunia terbesar Tuhan, sehingga patut untuk disyukuri.
Jika anda sedang berada di daerah Badung tepatnya Kabupaten Mengwi, anda bisa mengunjungi obyek wisata Taman Ayun. Pura dengan taman yang indah ini memang cukup berbeda dengan pura-pura lain di bali.
Karena disini anda bisa mengunjungi kemegahan pura sekaligus tempat wisata keluarga Kerajaan Mengwi yang dibangun pada tahun 1634 oleh Raja Pertama Mengwi.
Taman Ayun termasuk salah satu obyek wisata warisan budaya dunia yang diakui UNESCO.
Dengan harga tiket masuk yang sangat terjangkau anda dapat menikmati keindahan dan kemegahan arsitektur Bali dalam tiap pahatan bangunannya.
Dengan harga tiket masuk yang sangat terjangkau anda dapat menikmati keindahan dan kemegahan arsitektur Bali dalam tiap pahatan bangunannya.
Seperti umumnya tempat suci di Bali, Pura Taman Ayun dibagi menjadi tiga area atau Mandala. Pada area Nista Mandala atau disebut dengan Jaba Pisan merupakan area terluar dari Pura Taman Ayun. Pada sisi kanan terdapat wantilan yang biasanya digunakan sebagai tempat pertemuan ataupun pementasan seni. Kemudian disisi kiri ada air mancur yang mengarah ke sembilan penjuru mata angin. Selain itu hamparan hijau rumput yang tertata rapi menyegarkan suasana pura.
Sedangkan area kedua disebut Madya Mandala atau Jaba Tengah, merupakan area tengah pura. Disini terdapat balai pertemuan yang disebut Aling-Aling Pengubengan dan Balai Kulkul. Suasana asri dan tertata rapi masih mewarnai keindahan area ini.
Nah area terakhir adalah area Utama Mandala atau Jeroan. Area ini letaknya paling tinggi diantara area lainnya. Area ini merupaka area utama dari keseluruhan obyek wisata Taman Ayun. Tapi anda hanya bisa menyaksikan dari luar karena pura ini dibuka hanya pada saat Upacara Piodalan. Namun jangan khawatir, pecinta traveling dapat menikmati keindahan sekeliling pura yang dikelilingi oleh kolam air.
Sebelum masuk ke area obyek wisata Taman Ayun, anda bisa menyaksikan koleksi karya seni Ogoh-Ogoh terbaik di Bali. Ogoh-Ogoh yang merupakan karya seni patung yang menggambarkan kepribadian Butha Kala dalam ajaran Hindu yang berwujud raksasa yang diarak pada saat Hari Raya Pengrupukan serangkain Nyepi di Bali.
Selain itu toko-toko cindera mata dapat anda kunjungi disepanjang jalan menuju Pura Taman Ayun. Jika ingin berkunjung ke Daerah mengwi, Taman Ayun menjadi tempat yang cocok bagi anda Pecinta travelling.
Pantai menjadi salah satu tujuan wisata yang selalu menarik untuk dikunjungi. Debur ombak serta hamparan air di batas kaki horison menjadi pemandangan yang sangat mengagumkan.
Jika anda sangat menggemari olahraga selancar, memang menjadi destinasi yang tepat.
Salah satunya adalah Pantai Dreamland yang berada di kaki Pulau Bali, tepatnya di Kawasan Bukit Ungasan Pecatu, sekitar 32 kilometer dari Kota Denpasar.
Dari atas bukit,hamparan padang rumput hijau yang cukup tinggi, dapat dinikmati sebelum anda sampai di pantai.
Banyak wisatawan asing maupun lokal yang senang menikmati panorama daerah padang rumput ini.dengan letaknya yang tersembunyi diantara celah karang besar. Nah begitu sampai, anda dapat menyaksikan pesona pasir putih serta dikelilingi tebing-tebing batu karang yang terjal menjulang. Pemandangan yang begitu memikat mata ini tentunya menjadi salah satu daya tarik wisatawan yang berkunjung kesini.
Debur ombak yang besar sangat cocok digunakan untuk berselancar, para wisatawan yang sebagian besar dari mancanegara mendapatkan ombak terbaik dipantai ini. Hingga Dreamland menjadi salah satu surga bagi para peselancar. Sedangkan dari kejauhan air birunya yang bersih dan jernih seolah menjadi pantulan cermin alam yang memukau.
Dan bagi anda yang hobi berjemur dan bermandikan cahaya matahari, terdapat pantai sempit tepat di bawah dinding karang curam yang cocok untuk menikmati panorama alam saat matahari tenggelam, selain itu anda dapat pula menyaksikan atraksi para peselancar.
Jika anda ingin berenang, Dreamland memberikan kejernihan air serta pantai yang bersih dan tertata rapi. Di Pantai Dreamland terdapat berbagai fasilitas pariwisata mulai dari vila,resort, hingga lapangan golf. Di sepanjang pantai terdapat tempat-tempat yang menawarkan bermacam makanan dan minuman.
Untuk menghindari teriknya matahari tersedia payung payung yang disewakan, Selain itu terdapat pula area parkir dan fasilitas kamar mandi dan toilet umum.
Jadi bagi anda yang menginginkan kenyamanan dalam menikmati suasana pantai yang eksotik/ tentu saja Pantai Dreamland adalah destinasi pilihan yang harus anda kunjungi selama berwisata di Pulau Bali.
Jika anda sangat menggemari olahraga selancar, memang menjadi destinasi yang tepat.
Salah satunya adalah Pantai Dreamland yang berada di kaki Pulau Bali, tepatnya di Kawasan Bukit Ungasan Pecatu, sekitar 32 kilometer dari Kota Denpasar.
Dari atas bukit,hamparan padang rumput hijau yang cukup tinggi, dapat dinikmati sebelum anda sampai di pantai.
Banyak wisatawan asing maupun lokal yang senang menikmati panorama daerah padang rumput ini.dengan letaknya yang tersembunyi diantara celah karang besar. Nah begitu sampai, anda dapat menyaksikan pesona pasir putih serta dikelilingi tebing-tebing batu karang yang terjal menjulang. Pemandangan yang begitu memikat mata ini tentunya menjadi salah satu daya tarik wisatawan yang berkunjung kesini.
Debur ombak yang besar sangat cocok digunakan untuk berselancar, para wisatawan yang sebagian besar dari mancanegara mendapatkan ombak terbaik dipantai ini. Hingga Dreamland menjadi salah satu surga bagi para peselancar. Sedangkan dari kejauhan air birunya yang bersih dan jernih seolah menjadi pantulan cermin alam yang memukau.
Dan bagi anda yang hobi berjemur dan bermandikan cahaya matahari, terdapat pantai sempit tepat di bawah dinding karang curam yang cocok untuk menikmati panorama alam saat matahari tenggelam, selain itu anda dapat pula menyaksikan atraksi para peselancar.
Jika anda ingin berenang, Dreamland memberikan kejernihan air serta pantai yang bersih dan tertata rapi. Di Pantai Dreamland terdapat berbagai fasilitas pariwisata mulai dari vila,resort, hingga lapangan golf. Di sepanjang pantai terdapat tempat-tempat yang menawarkan bermacam makanan dan minuman.
Untuk menghindari teriknya matahari tersedia payung payung yang disewakan, Selain itu terdapat pula area parkir dan fasilitas kamar mandi dan toilet umum.
Jadi bagi anda yang menginginkan kenyamanan dalam menikmati suasana pantai yang eksotik/ tentu saja Pantai Dreamland adalah destinasi pilihan yang harus anda kunjungi selama berwisata di Pulau Bali.